Sabtu, 19 November 2011

DEGENRASI PADA JARINGAN KERAS

1.      Degenerasi pada tulang (Osteoporosis)
Osteoporosis merupakan penipisan tulang yang abnormal, mungkin idiopatik atau sekunder terhadap penyakit lain. Yang ditandai oleh berkurangnya massa danmineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh, keropos danmudah patah.Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism, dimana tubuh tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secaranormal, seperti zat kapur = Kalsium, phospat, dan bahan-bahan lainnya.Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa/ jaringan tulang dibandingkandengan keadaan normal. Atau dengan bahasa awam, tulang lebih ringan dan lebihrapuh. Meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pemebentuk tulang di dalamdarah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruhtulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan

2.       Degenerasi pada TMJ
Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengandegenerasi  tulang  dan  kartilago  yang  paling  sering  terjadi  pada  usia  lanjut.Osteoartritis,  yang  juga  disebut  dengan  penyakit  sendi  degeneratif,  artritisdegeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah
kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orangusia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih seringmengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang padapasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebihdari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuansendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampaikelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibatdeformitas dan ketidakstabilan sendi.Osteoartritis  (OA) merupakan  penyakit  sendi yang  karakteristik  denganmenipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang barupada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepisendi (osteofit).


3.       Degenerasi pada gigi (Pulpa)
Degenerasi pulpa merupakan kemunduran jaringan pulpa yang bukandiakibatkan karena suatu keradangan. Degenerasi umumnya dijumpai pada gigi orangtua, degenerasi juga dapat  disebabkan oleh  iritasi ringan  yang persisten  pada gigiorang muda, seperti pada degenerasi kalsifik pulpa. Degenerasi tidak berhubungandengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpaipada  gigi  yang  terpengaruh.  Tingkat  awal   degenerasi  pulpa  biasnya  tidak menyebabkan gejala klinis nyata. Gigi tidak berubah warna , dan pulpa bereaksisecara normal terhadap tes listrik dan tes termal. Bila degenerasi pulpa berkembanggigi mungkin berubah warna dan pulpa  tidak bereaksi terhadap stimulasi.

DEGENERASI DAN PENUAAN PADA MANDIBULA
Perubahan Ukuran Lengkung Rahang

Kebanyakan proses penuaan disertai dengan perubahan-perubahan osteoporosis pada tulangnya. Penelitian pada inklinasi aksial gigi pada tengkorak manusia yang kemudian diikuti oleh hilangnya gigi, merupakan salah satu pertimbangan dari awal berkurangnya tinggi tulang alveolar (Boucher, 1982).
Umumnya gigi-gigi rahang atas arahnya ke bawah dan keluar, maka pengurangan tulangnya pada umumnya juga terjadi ke arah atas dan dalam. Karena itu lempeng kortikalis tulang bagian luar lebih tipis daripada bagian dalam. Resorbsi bagian luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan lebih cepat. Dengan demikian, lengkung maksila akan berkurang menjadi lebih kecil dalam seluruh dimensi dan juga permukaan landasan gigi menjadi berkurang.
Pada rahang bawah, inklinasi gigi anterior umumnya ke atas dan ke depan dari bidang oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke arah lingual. Permukaan luar lempeng kortikalis tulang lebih tebal dari permukaan lingual, kecuali pada daerah molar, juga tepi bawah mandibula merupakan lapisan kortikalis yang paling tebal. Sehingga arah tanggul gigitan pada mandibula terlihat lebih ke lingual dan ke bawah pada daerah anterior dan ke bukal pada daerah posterior. Resorbsi pada tulang alveolar mandibula terjadi ke arah bawah dan belakang, kemudian ke depan. Terjadi perubahan-perubahan pada otot sekitar mulut, hubungan jarak antara mandibula dan maksila serta perubahan ruangan dari posisi mandibula dan maksila. Gambar 1.
                                
                                
                                    Gambar 1. Pasien dengan mandibula yang sangat atrofi.
Resorbsi Linggir Alveolar
Tulang akan mengalami resorbsi dimana atropi selalu berlebihan. Resorbsi yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale mendekati puncak linggir alveolar. Puncak tulang alveolar yang mengalami resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang (gambar 2). Resorbsi linggir yang berlebihan dan berkelanjutan merupakan masalah karena menyebabkan fungsi gigi tiruan lengkap kurang baik dan terjadinya ketidakseimbangan oklusi. Faktor resiko utama terjadinya resorbsi ini adalah tingkat kehilangan tulang sebelumnya, gaya oklusal berlebihan selama pengunyahan dan bruxism (Jorgensen, 1999).
Resorbsi residual alveolar ridge sudah banyak dikemukakan dalam teori-teori dan hasil penelitian. Resorbsi pada rahang bawah besarnya 4 kali rahang atas. Menurut Atwood, kecepatan resorbsi tulang alveolar bervariasi antar individu. Resorbsi paling besar terjadi pada enam bulan pertama sesudah pencabutan gigi anterior atas dan bawah. Pada rahang atas, sesudah 3 tahun, resorbsi sangat kecil dibandingkan rahang bawah. Gambar 2:
            Gambar 2. Lingir yang sangat atrofi.

Rabu, 09 November 2011

PATOGENESIS METASTASIS NEOPLASIA TRUE (HEMATOGEN)


Metastasis neoplasia (hematogen)
            Sel-sel ganas mempunyai kemampuan untuk mengadakan invasi baik secara local maupun ke tempat yang jauh (metastasis). Ada dua sifat berbahaya dari tumor ganas yang membedakannya dengan tumor jinak yaitu kemampuannya untuk menginvasi jaringan normal dan kemampuannya untuk bermetastasis.
Metastasis merupakan kemempuan sel kanker dari tumor primer untuk menginfiltrasi jaringan normal dan menyebar ke seluruh tubuh. Metastasis merupakan salah satu penyebab terbesar kematian penderita kanker. Hal ini disebabkan karena metastasis sudah terjadi sebelum tumor primer itu sendiri terdeteksi.
Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh darah, namun demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomeyn dan melalui cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis. Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya.
Patobiologi Metastasis
Konsep dasar dari langkah-langkah terjadinya metastasis yang dianut sekarang ini, pertama adalah proses terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment) dan kemudian sel-sel ini akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah, kemudian sel ini akan mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah. Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek yang terjadi tadi. Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah, dan beredar dalam aliran darah, hal ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil, karena tidak jarang banyak sel kanker dalam sirkulasi, namun tidak terjadi metastasis.
Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM. Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Selain reseptor laminin sel tumor juga mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin, tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk melekatkan diri dengan ECM.
Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel macrophage untuk memproduksi enzym protease, yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease. Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial.
Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata mengandung kollagenase tipe IV yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma in situ mengandung kolagenase tipe IV yang rendah. Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut. berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambatdampak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma 1.11Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel kanker.
Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis. 9, 12-14Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah.
Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel tersebut dapat mengadakan metastasis, oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel sel pembunuh (Natural Killer Cell) dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut. Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel-sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi. Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk menghancurkan enzim tersebut dan untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar CD44 yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel kanker melekat pada sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel kanker memasuki aliran darah.



hmc-metastasis

Skema Metastasis Tumor Ganas
Tumor ganas sebagai serangkaian penyakit dimana sel berhasil meloloskan diri dari mekanisme control yang pada keadaan normal akan menghalangi pertumbuhannya.
Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan (atau mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada tumor ganas mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetic  (yaitu tumor bersifat monoklonal).
Tiga kelas gen regulatorik normal antara lain:
1.                  Protoonkogen, yang mendorong pertumbuhan.
2.                  Suppressor gen (gen penekan tumor), yang menghambat pertumbuhan.
3.                  Gen yang mengatur kematian sel/ aspoptosis, gen ini merupakan sasaran utama pada kerusakan genetic.
Selain ketiga kelas gen tersebut, kategori keempat yaitu gen yang mengatur perbaikan DNA ynag rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal dig en lain, termasuk protoonkogen, suppressor gen, dang en yang mengendalikan apoptosis.